Apabila seorang pegawai/karyawan menjalankan tugas dan
pekerjaannya dengan sungguh-sungguh dengan mengharap pahala dari Allah Subhanawata’ala,
maka dia telah melepaskan tanggungannya dan berhak mendapatkan upah amalannya
di dunia serta mengusung pahala di negeri akhirat. Telah warid (tetap)
nash-nash (dalil-dalil) syar’iyah yang menunjukkan bahwa balasan dan pahala itu
didapatkan atas amalan/ pekerjaan yang dilakukan oleh setiap insan, namun harus
disertai dengan mengharap pahala dan wajah Allah Subhanawata’ala.
Allah Subhanawata’ala berfirman (yang artinya),
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Mas’ud Radiyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila seorang laki-laki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan mengharap pahala dari Allah Azza wa Jalla, maka hal itu terhitung shadaqah baginya.” (HR. Bukhari : 55, Muslim : 1002)
Dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash Radiyallahu’anhu, “Tidaklah kamu memberikan nafkah dengan mengharap wajah Allah, melainkan kamu akan diberi pahala atasnya, hingga sesuap makanan yang kamu masukkan ke mulut istrimu.” (HR. Bukhari : 5354, Muslim : 1628)
Nash-nash ini menunjukkan bahwa seorang muslim apabila menunaikan kewajibannya kepada sesama muslim, berarti dia telah lepas dari tanggungannya dan bahwasanya balasan dan pahala itu didapat dengan ihtisab (mengharap balasan dari Allah) dan (ikhlas) mengharap wajah Allah Azza wa Jalla.
[Sumber: “Kaifa Yuaddi Al-Muwadhifu Al-Amanah”, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad. Edisi terjemahan “Cermin Pegawai Muslim, dalam Bimbingan Al-Qur’an & As-Sunnah”, penerjemah Abu Hudzaifah, penerbit Maktabah Al-Ghuroba, cetalan ke-2, Juni 2009.]
“Tidaklah
ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keridha’an Allah, maka kelak Kami memberikan kepadanya pahala
yang besar.” (QS. An-Nisaa’: 144)
Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Mas’ud Radiyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila seorang laki-laki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan mengharap pahala dari Allah Azza wa Jalla, maka hal itu terhitung shadaqah baginya.” (HR. Bukhari : 55, Muslim : 1002)
Dan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash Radiyallahu’anhu, “Tidaklah kamu memberikan nafkah dengan mengharap wajah Allah, melainkan kamu akan diberi pahala atasnya, hingga sesuap makanan yang kamu masukkan ke mulut istrimu.” (HR. Bukhari : 5354, Muslim : 1628)
Nash-nash ini menunjukkan bahwa seorang muslim apabila menunaikan kewajibannya kepada sesama muslim, berarti dia telah lepas dari tanggungannya dan bahwasanya balasan dan pahala itu didapat dengan ihtisab (mengharap balasan dari Allah) dan (ikhlas) mengharap wajah Allah Azza wa Jalla.
[Sumber: “Kaifa Yuaddi Al-Muwadhifu Al-Amanah”, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad. Edisi terjemahan “Cermin Pegawai Muslim, dalam Bimbingan Al-Qur’an & As-Sunnah”, penerjemah Abu Hudzaifah, penerbit Maktabah Al-Ghuroba, cetalan ke-2, Juni 2009.]
0 komentar:
Posting Komentar