Wajib bagi setiap pegawai dan keryawan untuk menggunakan jam
kerjanya untuk menjalankan tugas khususnya, sehingga dia tidak menyibukkan diri
pada jam kerja tersebut dengan urusan lain selain tugas yang wajib dia kerjakan
serta tidak menggunakan seluruh jam kerja atau sebagiannya untuk kepentingan
pribadi dan tidak pula untuk kepentingan orang lain, apabila memang tidak ada
hubungan kerja dengannya. Sebab jam kerja bukanlah milik pegawai dan karyawan,
bahkan jam kerja tersebut untuk meningkatkan kualitas kerja yang dia mengambil
upah darinya sebagai imbalan.
Syaikh
Al-Mu’ammar bin ‘Ali Al-Baghdadi rahimahullah (wafat tahun 507 H)
memberikan wejangan dan nasehat kepada para pejabat sipil kerajaan, diantara
yang beliau ucapkan pada awal nasehat tersebut adalah, “Sudah menjadi perkara
yang maklum –wahai para pemuka Islam!-, bahwasanya salah seorang rakyat
memiliki pilihan dalam tujuan dan pelaksanaan (urusan mereka sendiri), apabila
mereka mau, mereka meneruskan dan apabila mau, mereka bisa menghentikan. Adapun
orang yang memegang wilayah, sama sekali tidak memiliki kebebasan dalam
keinginan dan pelaksanaan. Sebab siapa yang diangkat sebagai pemimpin, pada
hakekatnya dia adalah pegawai, dia telah menjual waktunya dan telah mengambil
harganya., sehingga tidak tersisa lagi baginya dari siangnya waktu untuk
melakukan sesuatu sesuai dengan pilihannya, tidak ada waktu baginya untuk
shalat nafilah (sholat sunnah) dan tidak pula masuk i’tikaf...., sebab hal itu
hanyalah tambahan, sedangkan ini (yakni tugas yang ia emban) adalah kewajiban
yang pasti.”
Diantaranya pula ucapan beliau ketika memberikan nasehat, “Makmurkan kuburmu sebagaimana engkau memakmurkan istanamu.” [Dzail Thabaqat Al-Hanabilah karya Ibnu Rajab (1/107)]
Diantaranya pula ucapan beliau ketika memberikan nasehat, “Makmurkan kuburmu sebagaimana engkau memakmurkan istanamu.” [Dzail Thabaqat Al-Hanabilah karya Ibnu Rajab (1/107)]
Sebagaimana manusia itu senang mengambil upahnya dengan penuh dan sempurna serta tidak suka apabila dikurangi sedikit saja, begitu pula wajib baginya untuk tidak mengurangi sedikit saja dari jam kerjanya untuk dia gunakan selain mengurusi pekerjaannya. Allah Subhana wata’ala telah mencela Al-Muthaffifin (orang-orang yang curang) dalam menakar dan menimbang, yakni orang-orang yang meminta hak-haknya dipenuhi, namun dia sendiri suka mengurangi hak-hak orang lain.
Allah Subhana wata’ala berfirman (yang artinya), “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam?” (QS. Al-Muthaffifin: 1-6)
[Sumber: “Kaifa Yuaddi Al-Muwadhifu Al-Amanah”, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad. Edisi terjemahan “Cermin Pegawai Muslim, dalam Bimbingan Al-Qur’an & As-Sunnah”, penerjemah Abu Hudzaifah, penerbit Maktabah Al-Ghuroba, cetalan ke-2, Juni 2009.]
0 komentar:
Posting Komentar