Minggu, 10 November 2013

Seorang Pegawai Harus Menjaga Kehormatan Diri Dan Tidak Mau Mengambil Suap Maupun Hadiah

Wajib bagi setiap pegawai untuk senatiasa menjaga kehormatan dan kesucian diri, memiliki jiwa mulia, dan kaya hati, jauh dari perbuatan memakan harta manusia dengan cara yang batil, dari ‘suap’ yang diberikan kepadanya meskipun dinamakan dengan ‘hadiah’. Sebab apabila dia mengambil harta manusia tanpa cara yang benar berarti dia telah memakan harta tersebut dengan cara yang batil. Sedangkan memakan harta orang lain dengan cara yang batil merupakan sebab tidak dikabulkannya do’a. Imam Muslim telah meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah radiyallahu’anhu, ia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin dengan apa-apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. Maka Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). 

Dan Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah untuk kalian diantara rizki yang baik-baik, yang telah Kami berikan kepada kalian.’ (QS. Al-Baqarah: 172).”

Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang jauh safarnya (perjalanannya), kusut masai rambutnya, dan penuh debu kakinya, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit, “Ya Rabbi, Ya Rabbi!” Padahal makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram, lalu bagaimana mungkin akan dikabulkan do’anya?!. (HR. Muslim : 1015)

Dan diantara dalil yang sangat tegas agar lari dari memakan harta orang lain dengan cara yang batil adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya dari Jundab bin ‘Abdillah, ia berkata, “Sesungguhnya organ manusia yang paling dulu membusuk adalah perutnya. Oleh sebab itu, barangsiapa yang mampu untuk tidak makan kecuali makanan yang baik, maka lakukanlah! Barangsiapa yang mampu untuk tidak terhalang antara dirinya dengan Jannah (surga) disebabkan segenggam darah yang dia alirkan, maka lakukanlah!” (HR. Bukhari : 7152)

Juga hadits yang beliau (Imam Bukhari) riwayatkan dari Abu Hurairah radiyallahu’anhu, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Sungguh! Akan datang kepada manusia suatu zaman, dimana seseorang tidak lagi mempedulikan harta yang dia ambil, dari yang halalkah atau dari yang haram?” (HR. Bukhari : 2083)

Menurut mereka yang mengambil harta tanpa mau ambil peduli, bahwa yang halal adalah apa yang sampai ke tangan mereka dan yang haram adalah apa-apa yang tidak sampai ke tangan mereka. Adapun yang halal dalam Islam adalah apa-apa yang dihalalkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan yang haram adalah apa-apa yang diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Telah warid (tetap) dalam Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hadits-hadits yang menunjukkan larangan bagi seorang pegawai dan karyawan mengambil harta (uang suap) meskipun dinamakan hadiah. Diantaranya hadits Abu Humaid As-Sa’idi radiyallahu’anhu, “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengangkat seorang laki-laki dari suku Asad yang dikenal dengan Ibnu Lutbiyyah untuk memungut zakat. Tatkala dia pulang, dia mengatakan, ‘Ini untuk kalian, sedangkan ini hadiah untukku.’.”

Berkata perawi (yang meriwayatkan hadits), ‘Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam naik mimbar, kemudian memuji dan menyanjung Allah Azza wa Jalla, lalu berkata, “Apa gerangan seorang amil yang aku utus, kemudian dia mengatakan, ‘Ini untuk kalian, sedangkan ini hadiah untukku.’ Kenapa dia tidak duduk saja d rumah ayah atau ibunya kemudian menunggu apakah dia diberi hadiah ataukah tidak?! Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada ditangan-Nya! Tidaklah salah seorang diantara kalian mengambil sedikit saja dari harta tersebut melainkan dia akan datang pada Hari Kiamat dengan membawanya di atas lehernya, berupa (apabila berupa unta, maka) unta yang bersuara, atau (bila berupa sapi) sapi yang bersuara, atau (bila berupa kambing) kambing yang bersuara.”.’ (HR. Al-Bukhari : 7174, dan Muslim : 1832)

Disebutkan pula dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radiyallahu’anhu, ia berkata, “Pada suatau hari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berdiri di tengah-tengah kami, kemudian beliau menyebutkan tentang ghulul (harta ghanimah -rampasan perang- yang digelapkan/diambil sebelum dibagikan) beliaupun memperbesar dan menganggap besar masalahnya, lalu beliau bersabda, ‘Jangan sampai aku menjumpai salah seorang diantara kalian datang pada Hari Kiamat di atas lehernya terdapat unta yang bersuara. Lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah saya!” Maka aku menjawab, “Aku tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk menolongmu. Aku telah menyampaikannya kepadamu.”

Jangan sampai aku menjumpai salah seorang diantara kalian datang pada hari Kiamat di atas lehernya terdapat kuda yang meringkik. Lalu dia mengatakan, “Wahai Rasulullah, tolonglah saya!” Maka aku menjawab, “Aku tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk menolongmu. Aku telah menyampaikannya kepadamu.”

Jangan sampai aku menjumpai salah seorang diantara kalian datang pada hari Kiamat di atas lehernya terdapat kambing yang mengembik. Lalu dia mengatakan, “Wahai Rasulullah, tolonglah saya!” Maka aku menjawab, “Aku tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk menolongmu. Aku telah menyampaikannya kepadamu.”

Jangan sampai aku menjumpai salah seorang diantara kalian datang pada hari Kiamat di atas lehernya terdapat jiwa yang berteriak. Lalu dia mengatakan, “Wahai Rasulullah, tolonglah saya!” Maka aku menjawab, “Aku tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk menolongmu. Aku telah menyampaikannya kepadamu.”

Jangan sampai aku menjumpai salah seorang diantara kalian datang pada hari Kiamat di atas lehernya terdapat Ar-Riqa’ (pakaian) yang bergerak-gerak. Lalu dia mengatakan, “Wahai Rasulullah, tolonglah saya!” Maka aku menjawab, “Aku tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk menolongmu. Aku telah menyampaikannya kepadamu.”

Jangan sampai aku menjumpai salah seorang diantara kalian datang pada hari Kiamat di atas lehernya terdapat Ash-Shamit (emas dan perak). Lalu dia mengatakan, “Wahai Rasulullah, tolonglah saya!” Maka aku menjawab, “Aku tidak memiliki kemampuan sedikitpun untuk menolongmu. Aku telah menyampaikannya kepadamu.’.” (HR. Bukhari : 3073, dan Muslim : 1831)

Diantaranya juga hadits Abu Humaid As-Sa’idi radiyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hadiah yang diberikan kepada pegawai adalah ghulul.” (HR. Ahmad : 23601, dan yang lainnya) Hadits ini semakna dengan hadits yang telah berlalu tentang kisah Ibnul Luthbiyyah.

[Note: Hadiah yang dimaksud dalam hadits diatas adalah hadiah yang diberikan oleh orang lain ketika dia bekerja (atau terkait dengan pekerjaannya/jabatannya), bukan hadiah yang diberikan diluar pekerjaannya. Adapun memberikan hadiah diluar pekerjaan adalah mustahab / dianjurkan. Tidak termasuk juga dalam hadits diatas, hadiah yang diterima dari majikannya/atasannya. Sedangkan yang dimaksud ghulul adalah harta ghanimah (hasil rampasan perang) yang digelapkan sebelum dibagi.]

Juga hadits ‘Adi bin ‘Amirah Al-Kindi ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berdsabda, ‘Siapa saja diantara kalian yang kami angkat untuk mengurusi suatu pekerjaan, kemudian dia menyembunyikan dari kami satu buah jarum atau yang yang lebih berharga, maka hal itu termasuk ghulul, dia akan datang membawanya pada Hari Kiamat.’.” (HR. Muslim : 1833)

Diantaranya juga hadits Buraidah dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Siapa saja yang kami beri amanah mengerjakan sesuatu kemudian kami beri upah, namun ternyata setelah itu dia mengambil (selain dari upahnya), maka itu termasuk ghulul.” (HR. Abu Dawud : 2943)

Dan disebutkan dalam biografi Iyadh bin Ghanam radiyallahu’anhu dalam Kitab Shafatush Shafwah karya Ibnul Jauzi (1/277), yang mana dia seorang gubernur yang ditunjuk oleh ‘Umar bin Al-Khathab radiyallahu’anhu di kota Hamsh, bahwasanya dia mengatakan kepada sebagian karib-kerabatnya dalam kisah yang sangat panjang, “Dami Allah! Tubuhku dibelah dengan gergaji lebih aku sukai daripada aku mengkhianati (korupsi) uang atau menggelapkannya.”

(Tulisan ini adalah yang terakhir, yang kami kutip dari tulisan aslinya “Kaifa Yuaddi Al-Muwadhifu Al-Amanah”, karya Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad. Dan diakhir tulisan beliau rahimahullah berkata...)

Dan akhirnya, saya memohon kepada Allah Azza wa Jalla semoga memberikan taufik kepada setiap pegawai dan karyawan muslim untuk menjalankan pekerjaannya sesuai dengan cara yang diridhai oleh Allah Ta’ala, yang akhirnya kembali membawa pahala dan akibat yang terpuji baginya di dunia dan di akhirat. Shalawat dan Salam serta Barokah semoga tetap tercurahkan kepada hamba sekaligus utusan-Nya, Nabi kita Muhammad beserta keluarga dan para shahabatnya.

[Sumber: “Kaifa Yuaddi Al-Muwadhifu Al-Amanah”, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad. Edisi terjemahan “Cermin Pegawai Muslim, dalam Bimbingan Al-Qur’an & As-Sunnah”, penerjemah Abu Hudzaifah, penerbit Maktabah Al-Ghuroba, cetalan ke-2, Juni 2009.]

0 komentar:

Posting Komentar